Jumat, 20 Maret 2015

99 Cahaya di Langit Eropa





99 Cahaya Di Langit Eropa yang disutradarai oleh Guntur Soeharjanto merupakan film yang diadaptasi dari novel karangan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Film ini terinspirasi dari kisah nyata perjalanan Hanum dan Rangga selama tiga tahun tinggal di Eropa. Film ini menceritakan kisah agen muslim yang mengenal situs dan sejarah Islam di Eropa dengan inti cerita tentang kisah persahabatan dan perjalanan. Penonton disuguhkan dengan keindahan kota Vienna (Austria) dan Paris (Perancis). Selain menawarkan keindahan di tempat tersebut, film 99 Cahaya di Langit Eropa dikukung oleh pemain film yang sudah fenomenal, atara lain : Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, dan Raline Shah.



Hanum Salsabila Rais (Acha Septrisa) dan Rangga Almahendra (Abimana Aryasatya) merupakan sepasang suami istri yang berasal dari Indonesia yang sedang tinggal di Vienna (Austria) karena Rangga harus melanjutkan studinya disana. Mereka mengalami kesulitan dalam menjalankan syariat Islam di Eropa.






Hanum yang tidak memiliki pekerjaan tetap di Vienna mencoba mengisi waktu luangnya dengan pergi mengelilingi kota. Suatu ketika ia bertemu dengan Fatma Pasha (Raline Shah) bersama anaknya yang bernama Ayse (Geccha Tavvara). Pertemuan mereka berdua membawa Hanum menuju perjalanan spiritual Islam yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Fatma membawa Hanum mengelilingi Vienna dan memperkenalkan sejarah-sejarah Islam di Eropa.




Suatu hari, Rangga harus menghadiri seminar di Paris. Rangga pun mengajak Hanum ke Paris. Di sana Hanum bertemu dengan teman Fatma yang bernama Marion Latimer (Dewi Sandra) yang merupakan seorang muallaf yang ahli sejarah di Paris. Bersama Marion, Hanum diajak mengelilingi kota Paris. Hanum diajak ke Menara Eiffel, Museum Louvre, Monumen Arc de Triomphe.




Usai acara seminar Rangga di Paris, Hanum berjalan-jalan dengan Rangga ke menara Eiffel. Usai jalan-jalan, Hanum pun pamit kepada Marion. Sebelum pamit ke Austria, Marion menitip barang kepada Hanum. Barang tersebut merupakan titipan Fatma.



Setiba di Vienna, Hanum mencari Fatma dan Ayse. Namun, Hanum tidak menemukan mereka. Kemudian Hanum dan Rangga membuka titipan dari Marion, mereka kaget karena titipan tersebut merupakan obat kanker dan surat yang berisi bahwa obat itu untuk Ayse.



Akhir cerita dari film ini adalah saat Hanum dan Rangga berjalan-jalan di Vienna. Saat itu mereka bertemu dengan Fatin. Mereka pun saling bertukar nomor handphone. Setelah itu Hanum mengatakan kepada Rangga bahwa ia ingin ke Qardaba (Spanyol) yang akan berlanjut dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa part 2.



Dengan melihat film yang juga disutradarai oleh Guntur Soeharjanto seperti film yang berjudul Assalamu’alaikum Beijing, film ini juga berlatarkan luar negeri. Sama seperti 99 Cahaya di Langit Eropa. Perbedaannya yaitu dalam film Assalamu’alaikum Beijing lebih menonjolkan kisah percintaan, sedangkan film 99 Cahaya di Langit Eropa lebih menonjolkan sejarah peradaban Islam.

Pada film 99 Cahaya di Langit Eropa part 1 ini sedikit mengecewakan karena konflik pada film tersebut hanya sedikit bahkan tidak sampai klimaks. Padahal trailer mengenai part 2  sebelum memasuki credit tittle terlihat banyak konflik di sana-sini. Terdapat juga iklan dari sponsor yang terlihat terlalu mamaksakan.

Film 99 Cahaya di Langit Eropa sangat menarik dan layak ditonton oleh khalayak umum. Tidak hanya muslim, tapi non-muslim juga bisa menonton film ini. Selain itu, film ini cukup menyampaikan citra baik islam dengan tetap bertoleransi dengan agama lain.


(Dikutip dari berbagai sumber)

Senin, 09 Maret 2015

Permata Yang Hilang




Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan sebuah novel legendaris karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Novel yang pertama kali terbit pada tahun 1939 ini bercerita tentang persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih yang bernama Zainuddin dan Hayati hingga berakhir dengan kematian.
Pada Festival Film Bandung 2014 yang digelar 13 September 2014 lalu, Zainuddin (Herjunot Ali) dan Hayati (Pevita Pearce) berhasil menyabet penghargaan pemeran utama wanita dan pria terpuji 2014.

Tahun 1930-an dari tanah kelahirannya Makassar, Zainuddin berlayar menuju kampung halaman Ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Di sana, ia bertemu dengan Hayati, seorang gadis cantik yang menjadi bunga di persukuannya. Mereka saling jatuh cinta. Namun adat istiadat yang kuat meruntuhkan cinta mereka berdua. Zainuddin hanya seorang melarat yang tidak bersuku. Sedangkan Hayati adalah perempuan Minang santun keturunan bangsawan.


Pada akhirnya, lamaran Zainuddin ditolak keluarga Hayati. Hayati dpaksa menikah dengan Aziz, laki-laki kaya terpandang yang lebih disukai keluarga Hayati daripada Zainuddin. Karena kecewa, akhirnya Zainuddin memutuskan untuk berjuang, pergi dari tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal dengan karya-karya mashur dan diterima masyarakat seluruh nusantara.


Tetapi sebuah peristiwa tak diduga kembali menghampiri Zainuddin. Di tengah gelimang harta dan kemashurannya, dalam sebuah pertujukkan opera, Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama Aziz, suaminya yang akhirnya ditemukan meninggal karena bunuh diri.

Pada akhirnya, kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian terberatnya; Hayati pulang ke kampung halamannya dengan menaiki kapal Van Der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam. Sebelum Hayati meninggal, Zainuddin mengetahui bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya.




Dengan melihat genre film ini yang termasuk bergenre roman, film ini hampir sama dengan film Titanic yang disutradarai oleh James Cameron. Pada kedua film ini, sama-sama menceritakan tentang cinta yang tak sampai.
Pada film TKVDW pada akhirnya pemeran wanitanya yang meninggal karena kecelakaan kapal. Sedangkan film Titanic, pemeran prianya (Jack yang diperankan oleh Leonardo diCaprio) yang meninggal. Penyebabnya juga sama, yaitu karena kecelakaan kapal.
Pada film Titanic, sejak awal cerita sudah langsung berlatarkan kapal. Sedangkan pada film TKVDW pada awalnya berlatarkan Padang, kemudian juga berlatarkan Batavia dan Surabaya. Di akhir cerita baru dimunculkan latar kapal.
Pemain pria pada kedua film ini sama-sama tidak mendapat restu dari keluarga sang wanita karena status sosial si pria.

Dengan mendengarkan judul film TKVDW ini, kita terbayangkan akan film kecelakaan kapal yang dahsyat dengan efek visual yang sangat memadai. Tapi kenyataannya cukup mengecewakan karena adegan tenggelamnya kapal hanya berdurasi sedikit dengan efek visual yang kurang baik.
Tokoh Zainuddin yang diperankan Herjunot Ali kurang menguasai logat Makassar, sehingga pada saat Zainuddin marah-marah pun terdengar lucu.

Film-film sejenis ini yang diadaptasi dari novel roman angkatan 20-an, 30-an dan angkatan lainnya memang sabaiknya diproduksi. Apalagi dengan diadaptasinya roman-roman klasik menjadi film, dapat menambah wawasan masyarakat Indonesia tentang sastra Indonesia berupa roman-roman klasik yang terkesan membosankan untuk dibaca. Dengan dibuatnya film, roman-roman klasik tersebut menjadi lebih menarik.

(Dikutip dari berbagai sumber)